Thursday, February 21, 2013

TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN MENDUKUNG SUT LAHAN KERING MARJINAL (Studi Kasus Desa Jurumapin, Kecamatan Buer, Kabupaten Sumbawa Besar)


Pertanian di Indonesia secara umum masih diusahakan dengan sistem tradisional dan tingkat efisiensi produksinya relatif sangat rendah. Salah satu upaya peningkatan efisiensi produksi dapat dilakukan dengan cara introduksi alat dan mesin pertanian. Namun introduksi alsin yang kurang tepat dapat memperbesar inefisiensi produksi.
Kajian spesifik wilayah yang mempertimbangkan karakteristik fisik wilayah, kondisi sosial ekonomi, sistem usahatani dan infrastruktur wilayah diperlukan dalam rangka menentukan pilihan teknologi mekanisasi pertanian di suatu lokasi. Kajian dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut telah dilakukan oleh Balai Besar Mekanisasi Pertanian untuk menetukan tingkat kesepadanan teknologi alsintan di suatu lokasi secara spesifik wilayah (Hendriadi, 2004). Selanjutnya jenis alsin yang berpotensi untuk dikembangkan dan sarana pendukung lainnya dapat direkomendasikan untuk lokasi tersebut.
Salah satu sistem usaha pertanian yang masih perlu ditingkatkan efisiensi produksinya adalah sistem usaha pertanian di lahan kering. Di Indonesia jumlah lahan kering mencapai 4.594.036 Ha di Jawa dan  57.779.658 Ha di luar Jawa (BPS, 2003). Lahan kering mempunyai potensi yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan petani. Pada lahan kering, berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan kehutanan dapat diusahakan. Dibandingkan dengan komoditas padi, harga produk hasil pertanian lahan kering cukup tinggi dan sampai saat ini belum diusahakan secara maksimal. Dukungan alsintan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi dan optimalisasi pengolahan pasca panennya, sehingga diharapkan pendapatan petani dapat meningkat.
Studi ini dilakukan di wilayah Nusa Tenggara Barat. Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki luas lahan kering 702.999 Ha (BPS, 2003). Kabupaten Sumbawa mempunyai potensi lahan kering terluas di Nusa Tenggara Barat dan sampai saat ini yang masih belum termanfaatkan sebesar 56.297 Ha (BPS, 2003). Pada studi ini Desa Jurumapin, Kecamatan Buer, Kabupaten Sumbawa menjadi lokasi terpilih dalam studi kasus pemilihan tingkat teknologi mekanisasi dan potensi pengembangannya untuk mendukung program PRIMA TANI NTB.
Informasi dan data spesifik wilayah didapatkan dengan cara melakukan survey ke Desa Jurumapin dan wawancara dengan aparat desa dan petani representatif. Selain itu data pendukung juga didapatkan dari laporan survey lapangan Participatory Rural Apraisal (PRA) BPTP NTB dalam rangka kegiatan Prima Tani (Anonim, 2005).
KONDISI FISIK, SISTEM USAHATANI, SOSIAL EKONOMI DAN INFRASTRUKTUR DESA JURUMAPIN
Secara fisik wilayah, Desa Jurumapin terletak di dekat pantai, namun mempunyai kontur lahan yang berbukit-bukit. Batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalabeso, sebelah selatan dengan Desa Batulanteh, sebelah barat dengan Desa Marente dan sebalah selatan dengan Kecamatan Utan Rhee.  Jarak ke ibu kota kecamatan 3 km, dan ke ibu kota kabupaten 62 km. Secara geografis  tinggi tempat sekitar 6,5 m dpl, curah hujan rata-rata 970 mm/tahun dan suhu rataan mencapai 34 C.
Data struktur penguasaan lahan jumlah KK yang kepemilikan lahannya 0,6-0,5 ha sejumlah 393 orng, 1,1-1,5 ha sejumlah 182 orang , luas pemilikan 1,6-2,0 ha sejumlah 111 orang dan luas pemilikan 3-5 ha sejumlah 23 org.  Kebanyakan lahan sawah bersatatus milik sendiri.  Untuk lahan kering, kelerengannya ke sungai antara 15-45%.  Lahan kering terletak di daerah berbukit dengan topografi lahan berkisar antara 10-22 m dpl.  Kelompok tani baru dibentuk pada tahun 2004 yang tergabung dalam gapoktan Tamase untuk mengaktifkan usaha pertanian lahan kering.  Total luas lahan kering yang diusahakan sekitar 120 Ha.
Usahatani utama di Desa Jurumapin adalah bercocok tanam padi. Selain itu pendapatan petani lainnya diperoleh dari usahatani lahan kering kacang hijau, kedele, jagung, mangga, mete, sawo, durian dan usaha peternakan kambing, ayam buras dan sapi. Usahatani kacang hijau digemari oleh petani karena selain menghasilkan pendapatan yang cukup besar, umurnya pendek, tidak membutuhkan air yang banyak, cara kerja dan pemeliharaannya mudah, harganya baik, tidak membutuhkan modal yang banyak, dan pemasarannya mudah.  Walaupun  usahatani kacang hijau lebih menguntungkan daripada padi, sistem bertanam kacang hijau tidak seintensif bertanam padi.  Selain ditanam di sawah, kacang hijau juga ditanam sebagai tanaman sela di lahan kering di antara tanaman tahunan mangga, mete dan lain-lain.  Bertanam kacang hijau di Desa Jurumapin dengan sistem tanpa olah tanah dan benih ditanam dengan cara disebar tanpa ada jarak tanam.  Begitu pula dengan penanaman kedele atau jagung.  Benih langsung disebar tanpa adanya jarak tanam. Selain itu sistem usahatani ini sangat minim pupuk, bahkan pupuk kandang/kompos sangat jarang digunakan.  Hal ini menyebabkan produktifitas tanaman-tanaman tersebut sangat rendah.
Penanganan pasca panen primer kacang-kacangan pun masih bersifat tradisional. Terdapat 2 cara sistem pembijian kacang hijau yang biasa digunakan di Desa Jurumapin yaitu dengan cara manual/tenaga manusia (polong dipukul dengan kayu) atau cara lainnya dengan cara diinjak dengan kuda. Untuk 1 area panen lahan, dibutuhkan 6 ekor kuda bekerja selama 2 hari. Perontokan dengan mesin sangat jarang dilakukan karena jasa peyewaan mesin perontok tidak tersedia di desa ini dan masih dirasakan mahal.
Jasa penyewaan alat dan mesin pertanian telah tersedia di daerah ini, walaupun jumlahnya belum memadai dan kebanyakan masih bersifat tradisional. Jasa penyewaan yang dikenal di daerah ini adalah traktor tangan, pengangkutan hasil dengan kuda, pengolahan pasca panen dengan kuda.
Bengkel pendukung operasi alsintan belum terdapat di lokasi ini. Kerusakan kecil pada alsin dapat diperbaiki di bengkel las/bengkel sepeda motor yang berjarak 4 km dari Desa Jurumapin. Bengkel lengkap dan toko suku cadang terletak di Kecamtan Alas yang berjarak 15 km dari Desa Jurumapin.
Penyaluran sarana pertanian seperti pupuk dan obat-obatan dilakukan oleh KUD dan toko sarana pertanian milik pribadi penduduk setempat.  Toko sarana pertanian milik pribadi menawarkan penyediaan sarana pertanian dengan sistem pembayaran setelah panen dengan menggunakan gabah.
Lembaga finansial penyedia kredit telah melakukan upaya sosialisasi di daerah ini. Beberapa lembaga kredit yang telah dikenal petani adalah Lumbung Kredit Pedesaan (LKP), Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Pegadaian. Hasil wawancara menunjukkan bahwa adanya lembaga finansial tersebut sangat bermanfaat dalam membantu modal usahatani. Lembaga pegadaian lebih diminati karena kemudahan dalam administrasi permohonan pinjaman uang.
Pada saat ini jalan usahatani (farm road) belum tersedia di lokasi ini.  Pemerintah daerah berencana membuka jalan usahatani yang membelah lahan tersebut. Tujuan pembuatan jalan ini untuk memperlancar petani ke lahannya.
KONSEPSI SELEKSI TINGKAT TEKNOLOGI MEKANISASI
Produksi, nilai tambah dan kualitas hasil dikaitkan dengan penggunaan teknologi. Handaka 2005 menyebutkan bahwa pengembangan mekanisasi pertanian selalu memiliki kaitan yang erat dengan perkembangan sistem usaha pertanian; secara khusus pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia seyogyanga harus diawali dengan kebutuhan petani. Berdasarkan perkembangan cara-cara usahatani di Indonesia, Handaka (2005)  membedakan 4 tingkatan perkembangan sistem usahatani:
Tabel 1. Empat Tingkatan Sistem Usahatani
Variabel Penentu Strata
A
Usahatani Subsisten
B
Usahatani Berkembang
C
Usahatani Semi Komersial
D
Usahatani Komersial
Input usahatani
Semuanya diusahakan sendiri  dari kebun atau tetangga
Sebagian besar diusahakan sendiri, sebagian  dibeli
Semua dibeli dari pasar. Standard dan sertifikasi sudah diperhatikan
Semuanya dibeli dan selalu memperhatikan standar yang sudah dibakukan
Tenaga Kerja
 Keluarga dan sebagian luar tanpa cash payment
Sebagian besar Tenaga dalam keluarga
Sebagian besar menggunakan tenaga luar klg
Menggunakan tenaga  kerja luar klg
Penggunaan output
Semuanya dikonsumsi untuk keluarga
Sebagian besar dikonsumsi untuk keluarga
Sudah dijual ke pasar yg dapat dijangkau transport lokal. Jika dijual ada ketergantungan pada  external kolektor
Dijual secara komersial ke pasar regional. Atau diekspor jika dipandang perlu
Diversifikasi Vertikal
Belum mengenal
Sebagian besar belum mengenal dan merasa perlu
Sudah ada diversifikasi
Produknya spesifik  dan mengikuti pola pasar
Pemanfaatan kelembagaan
Masih menggunakan mekanisme saling tukar antar tetangga
Menggunakan pasar lokal. Koperasi sangat terbatas
Sudah mengenal kelembagaan pasar, kios, koperasi
Pemanfaatan kredit usahatani dan pasar yang tidak terbatas batas wilayah
Sumber: Handaka, 2005
Sejalan dengan tingkat sistem usahatani, Agung Hendriadi (2004) telah merumuskan 4 tingkatan teknologi mekanisasi pertanian berdasarkan kriteria kondisi fisik, ekonomi-sosial, infrastruktur dan sistem usahatani sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Status Mekanisasi
Status
Kondisi fisik
Ekonomi-sosial
Infrastruktur
Usahatani
T4
Topografi (0-3%)
Curah hujan > 1800 mm/tahun
-   Pemilikan lahan ≥ 2 ha
-   Tingkat pendidikan ≥ SLTP
-   Upah tenaga kerja pertanian ≥ UMR
-   Tenaga kerja terbatas untuk pertanian
-   Ada penguasaan pengetahuan alsintan
-   Terdapat bengkel alsintan
-   Terdapat toko suku cadang memadai dan mudah akses
-   Terdapat Farm road
-   Institusi penyalur sarana dan hasil (koperasi) bekerja baik untuk semua aspek
-   Sumber informasi teknis
-   Digunakan sarana produksi sesuai dengan ketentuan
-   Pola tanam 2-3 kali tanam/tahun
-   Produkstifitas dan efisiensi produksi di atas rata-rata (≥ 125%)
-   Orientasi pasar melembaga
T3
Topografi (3-8%)
Curah hujan 1400-1800 mm/tahun
-   Pemilikan lahan 1-2 ha
-   Tingkat pendidikan rata-rata ≥ SD
-   Upah tenaga kerja pertanian ≥ UMR
-   Tenaga kerja terbatas untuk kegiatan tertentu di  bidang pertanian
-   Beberapa di antara pekerja mempunyai pengetahuan teknis alsintan
-   Terdapat bengkel sederhana
-   Toko suku cadang ada, tetapi tidak pada farm level
-   Terdapat farm road
-   Lembaga financial terbatas
-   Institusi penyalur sarana dan hasil (koperasi) bekerja baik untuk hal tertentu
-   Penggunaan sarana produksi sesuai ketentuan
-   Pola tanam 2-3 kali tanam/tahun
-   Produktifitas dan efisiensi sedikit di atas rata-rata (100-124%)
-   Orientasi pasar kurang melembaga
T2
Topografi  8-15%
Curah hujan 1000-1400mm/tahun
-   Pemilikan lahan rata-rata 0.7-1 ha
-   Tingkat pendidikan rata-rata SD
-   Upah tenaga kerja pertanian < UMR
-   Tenaga kerja terbatas hanya untuk kegiatan tertentu di bidang pertanian
-   Skill alsintan kurang
-   Tidak terdapat bengkel
-   Toko suku cadang susah didapatkan
-   Farm road terbatas
-   Lembaga financial tidak terjangkau
-   Institusi penyalur sarana dan hasil (koperasi) belum bekerja baik
-   Penggunaan sarana produksi tidak sesuai ketentuan
-   Pola tanam 1-2 kali tanam/tahun
-   Produktifitas dan efisiensi sedikit rata-rata (75-99%)
-   Orientasi pasar tidak melembaga

T1
Topografi tidak mendukung > 15%
Curah hujan < 1000 mm/tahun
-   Pemilikan lahan rata-rata < 0.7 ha
-   Tingkat pendidikan rata-rata < SD
-   Upah tenaga kerja pertanian < UMR
-   Tenaga kerja melimpah
-   Skill alsintan hampir tidak ada
-   Tidak terdapat bengkel Toko suku cadang tidak tersedia.
-   Farm road tidak ada
-   Lembaga financial tidak terjangkau
-   Institusi penyalur sarana dan hasil (koperasi) belum terbentuk
-   Penggunaan sarana produksi tidak sesuai ketentuan
-   Pola tanam 1 kali tanam/tahun
-   Produktifitas dan efisiensi sangat rendah ≤ 75%
-   Orientasi pasar tidak melembaga
Sumber : Agung Hendriadi, 2004
Berdasarkan data dan informasi pada bagian 2, secara garis besar sistem usaha pertanian di Desa Jurumapin berada pada status usahatani berkembang dan status mekanisasinya berada pada wilayah T2. Topografi lahan kering pada saat ini memang tidak memungkinkan untuk masuknya alat mesin pertanian yang movable, namun apabila rencana pembangunan jalan telah direalisasikan akan membantu memudahkan masuknya alat dan mesin pertanian tersebut pada beberapa lokasi.
REKOMENDASI PILIHAN TINGKAT TEKNOLOGI ALAT DAN MESIN PERTANIAN UNTUK SUT LAHAN KERING DESA JURUMAPIN
Berdasarkan penjelasan sebelumnya sistem usahatani di Desa Jurumapin pada saat ini masih berstatus sistem usahatani berkembang, dengan tingkat kesepadanan mekanisasi pertanian pada T2. Pada sistem usahatani di daerah ini penduduk di Desa Jurumapin dapat diperkenalkan dengan alat dan mesin pertanian dengan skala kecil, atau yang bersifat semi mekanis dan mudah dalam pengoperasian dan perawatannya. Peluang penggunaan alsintan untuk mendukung usaha pertanian lahan kering di daerah ini cukup besar, karena lahan garapan per KK cukup luas, melebihi 1 ha. Sementara itu petani dengan usia kurang dari 40 tahun sangat rendah, kebanyakan usia petani melebihi 40 tahun. Selanjutnya, petani di daerah ini menyadari usaha pertanian yang hanya mengandalkan lahan sawah tidak akan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi penambahan pendapatan mereka dan salah satu andalan sumber pendapatan adalah dari usahatani lahan kering.
Namun untuk mendukung keberlanjutan penggunaan alsintan, satu hal yang perlu digarisbawahi, infrastruktur penting yang perlu dipersiapkan pada saat ini adalah adanya jalan yang dapat memudahkan penggunaan alsintan yang bergerak atau movable. Di samping itu pembinaan teknis pengoperasian dan perawatan alat dan mesin pertanian serta bengkel pendukung perlu ditumbuhkan. Dengan terbangunnya infrastruktur yang mendukung tersebut, maka untuk peningkatan luas tanam, traktor tangan direkomendasikan untuk digunakan.
Ketersediaan air juga perlu mendapatkan perhatian penting pada saat ini. Sumber mata air kemungkinan dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai penunjang pengairan lahan. Lokasi mata air tersebut terletak lebih tinggi dari lahan pertanian diusahakan, sehingga dapat dialirkan secara langsung dengan cara gravitasi. Namun, data-data detail mengenai ketersediaan air sepanjang musim belum didapatkan dan kemungkinan masih diperlukan penelitian detail mengenai hal ini yang data-datanya penting untuk digunakan dalam desain sistem pengairan di lokasi ini.
Dalam upaya peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan nilai tambah, introduksi alsintan sebagai alat penunjang perlu dilakukan. Berdasarkan kondisi di lapangan beberapa alat dan mesin pertanian yang kemungkinan dapat diintroduksikan :
·         Alat dan mesin penanam biji-bijian
Alat dan mesin ini kemungkinan diperlukan untuk mendukung perubahan kebiasaan petani dalam menanam biji-bijian baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Penanaman dengan sistem tugal dan menggunakan jarak tanam sebenarnya sudah diketahui. Namun keengganan petani disebabkan karena ketidaknyamanan kerja sistem tugal manual. Balai Besar Mekanisasi Pertanian telah merekayasa mesin penanam biji-bijian baik yang ditarik traktor roda 2 maupun traktor roda 4.  Mesin ini dapat diintroduksikan dengan cara UPJA bersama-sama dengan penyewaan traktor. Hasil analisis ekonomi usaha penyewaan alsin  penanam (4 baris) ditarik dengan traktor roda 2 menyebutkan bahwa harga sewa yang layak sekitar Rp 75.000/ha dengan asumsi harga solar Rp 1.500/liter (Koes Sulistiadji dkk, 2001). Dengan adanya kenaikan harga BBM harga sewa mencapai Rp 100.000/ha.
·         Alat Perontok
Perontokan dan pembijian saat ini masih menggunakan tenaga manusia/dipukul dengan kayu. Pembijian juga dilakukan dengan menggunakan tenaga kuda, dengan cara diinjak-injak. Cara ini kurang higienis dan kemungkinan susut hasilnya cukup besar. Kemungkinan perlu diintroduksikan alat perontok yang bersifat semi mekanis.
Alat dan mesin lainnya yang kemungkinan berpotensi untuk diperkenalkan adalah alat dan mesin pendukung panen dan pasca panen tanaman perkebunan dan buah-buahan seperti alat pemanen mangga, pemanen mete, kacip dan lain-lain.
KESIMPULAN
Sistem usaha pertanian di Desa Jurumapin berada pada strata sistem usahatani berkembang, yang bercirikan di antaranya penggunaan hasil sebagian besar untuk dikonsumsi sendiri. Seiring dengan strata sistem usaha pertaniannya, tingkatan teknologi mekanisasi pertaniannya berada pada tingkatan T2, dimana terdapat keterbatasan beberapa sarana fisik, ekonomi-sosial dan sistem usahataninya, namun peluang pengembangan alat dan mesin sederhana dapat dilakukan. Ketersediaan lahan kering yang belum dimanfaatkan dan kesadaran akan peningkatan pendapatan dapat diperoleh melalui pengembangan usahatani lahan kering, mendorong petani untuk mengolah lahan ini dengan berbagai tanaman unggulan seperti kacang hijau, kedele, jagung mete, mangga, durian dan lain-lain. Untuk menunjang keberlanjutan produksi pertanian lahan kering, infrastruktur pendukung seperti adanya farm road dan penyediaan sarana air  dari potensi sumber air yang ada saat ini perlu diwujudkan.  Peningkatan mutu dan kualitas hasil pada saat ini dapat ditingkatkan dengan penerapan alat dan mesin pasca panen primer sederhana. Rekomendasi alat dan mesin pertanian yang dapat diterapkan di wilayah ini di antaranya adalah :
Tabel 3. Rekomendasi Introduksi Alat dan Mesin Pertanian
Jenis alat dan mesin pertanian
Keterangan
1.        Alat tanam biji-bijian
Untuk perbaikan sistem usahatani dan peningkatan produktifitas lahan dengan merubah cara tanam saat ini
2.        Penggunaan traktor tangan
Untuk mendukung perluasan areal tanam
3.        Alat perontok biji-bijian
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil dan efisiensi produksi
4.        Alat pemanen mangga
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
5.        Alat panen mete
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
6.        Kacip
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
7.        Alat-alat pengolahan pasca panen sederhana contoh pengoalahan nira, buah semu mete dll
Untuk mendukung usaha peningkatan nilai tambah hasil pertanian
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam upaya menunjang keberlanjutan sistem usahatani adalah dukungan pembinaan teknis dan perawatan alat dan mesin pertanian serta pentingnya sistem kelembagaan yang mau menunjang investasi kredit kepemilikan alat dan mesin pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2005. Laporan PRA Desa So Nggajah dan Desa Jurumapin. Prima Tani Nusa Tenggara Barat.
BPS 2003. Luas lahan dan penggunaannya 2003. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Handaka 2005. Kontribusi Strategis Mekanisasi Pertanian pada Revitalisasi. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian, Cipayung  4 Agustus 2005.
Hendriadi 2004. Penelitian dan Pengkajian untuk Seleksi dan Pengembangan Model Penerapan Alsintan. Laporan Akhir Kegiatan. Balai Besar Mekanisasi Pertanian.
Koes Sulistiadji dkk, 2001. Rekayasa Alsin Penanam Kacang-Kacangan. Laporan Akhir Tahun. Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Serpong.

No comments:

Post a Comment