Pertanian
di Indonesia secara umum masih diusahakan dengan sistem tradisional dan tingkat
efisiensi produksinya relatif sangat rendah. Salah satu upaya peningkatan
efisiensi produksi dapat dilakukan dengan cara introduksi alat dan mesin
pertanian. Namun introduksi alsin yang kurang tepat dapat memperbesar
inefisiensi produksi.
Kajian
spesifik wilayah yang mempertimbangkan karakteristik fisik wilayah, kondisi
sosial ekonomi, sistem usahatani dan infrastruktur wilayah diperlukan dalam
rangka menentukan pilihan teknologi mekanisasi pertanian di suatu lokasi.
Kajian dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut telah dilakukan oleh
Balai Besar Mekanisasi Pertanian untuk menetukan tingkat kesepadanan teknologi
alsintan di suatu lokasi secara spesifik wilayah (Hendriadi, 2004). Selanjutnya
jenis alsin yang berpotensi untuk dikembangkan dan sarana pendukung lainnya
dapat direkomendasikan untuk lokasi tersebut.
Salah satu
sistem usaha pertanian yang masih perlu ditingkatkan efisiensi produksinya
adalah sistem usaha pertanian di lahan kering. Di Indonesia jumlah lahan kering
mencapai 4.594.036 Ha di Jawa dan
57.779.658 Ha di luar Jawa (BPS, 2003). Lahan kering mempunyai potensi
yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan petani. Pada lahan kering, berbagai jenis
tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan kehutanan dapat diusahakan.
Dibandingkan dengan komoditas padi, harga produk hasil pertanian lahan kering
cukup tinggi dan sampai saat ini belum diusahakan secara maksimal. Dukungan
alsintan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi dan optimalisasi
pengolahan pasca panennya, sehingga diharapkan pendapatan petani dapat meningkat.
Studi ini
dilakukan di wilayah Nusa Tenggara Barat. Propinsi Nusa Tenggara Barat
memiliki luas lahan kering 702.999 Ha (BPS, 2003). Kabupaten Sumbawa mempunyai
potensi lahan kering terluas di Nusa Tenggara Barat dan sampai saat ini yang
masih belum termanfaatkan sebesar 56.297 Ha (BPS, 2003). Pada studi ini Desa
Jurumapin, Kecamatan Buer, Kabupaten Sumbawa menjadi lokasi terpilih dalam
studi kasus pemilihan tingkat teknologi mekanisasi dan potensi pengembangannya
untuk mendukung program PRIMA TANI NTB.
Informasi
dan data spesifik wilayah didapatkan dengan cara melakukan survey ke Desa
Jurumapin dan wawancara dengan aparat desa dan petani representatif. Selain itu
data pendukung juga didapatkan dari laporan survey lapangan Participatory Rural Apraisal (PRA) BPTP
NTB dalam rangka kegiatan Prima Tani (Anonim, 2005).
KONDISI FISIK, SISTEM USAHATANI, SOSIAL EKONOMI DAN
INFRASTRUKTUR DESA JURUMAPIN
Secara
fisik wilayah, Desa Jurumapin terletak di dekat pantai, namun mempunyai kontur
lahan yang berbukit-bukit. Batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalabeso,
sebelah selatan dengan Desa Batulanteh, sebelah barat dengan Desa Marente dan
sebalah selatan dengan Kecamatan Utan Rhee.
Jarak ke ibu kota kecamatan 3 km, dan ke ibu kota kabupaten 62 km.
Secara geografis tinggi tempat sekitar
6,5 m dpl, curah hujan rata-rata 970 mm/tahun dan suhu rataan mencapai 34 C.
Data
struktur penguasaan lahan jumlah KK yang kepemilikan lahannya 0,6-0,5 ha
sejumlah 393 orng, 1,1-1,5 ha sejumlah 182 orang , luas pemilikan 1,6-2,0 ha
sejumlah 111 orang dan luas pemilikan 3-5 ha sejumlah 23 org. Kebanyakan lahan sawah bersatatus milik
sendiri. Untuk lahan kering,
kelerengannya ke sungai antara 15-45%. Lahan
kering terletak di daerah berbukit dengan topografi lahan berkisar antara 10-22
m dpl. Kelompok tani baru dibentuk pada
tahun 2004 yang tergabung dalam gapoktan Tamase untuk mengaktifkan usaha
pertanian lahan kering. Total luas lahan
kering yang diusahakan sekitar 120 Ha.
Usahatani
utama di Desa Jurumapin adalah bercocok tanam padi. Selain itu pendapatan
petani lainnya diperoleh dari usahatani lahan kering kacang hijau, kedele,
jagung, mangga, mete, sawo, durian dan usaha peternakan kambing, ayam buras dan
sapi. Usahatani kacang hijau digemari oleh petani karena selain menghasilkan
pendapatan yang cukup besar, umurnya pendek, tidak membutuhkan air yang banyak,
cara kerja dan pemeliharaannya mudah, harganya baik, tidak membutuhkan modal
yang banyak, dan pemasarannya mudah. Walaupun usahatani kacang hijau lebih menguntungkan
daripada padi, sistem bertanam kacang hijau tidak seintensif bertanam padi. Selain ditanam di sawah, kacang hijau juga
ditanam sebagai tanaman sela di lahan kering di antara tanaman tahunan mangga,
mete dan lain-lain. Bertanam kacang
hijau di Desa Jurumapin dengan sistem tanpa olah tanah dan benih ditanam dengan
cara disebar tanpa ada jarak tanam. Begitu
pula dengan penanaman kedele atau jagung.
Benih langsung disebar tanpa adanya jarak tanam. Selain itu sistem
usahatani ini sangat minim pupuk, bahkan pupuk kandang/kompos sangat jarang
digunakan. Hal ini menyebabkan produktifitas
tanaman-tanaman tersebut sangat rendah.
Penanganan
pasca panen primer kacang-kacangan pun masih bersifat tradisional. Terdapat 2
cara sistem pembijian kacang hijau yang biasa digunakan di Desa Jurumapin yaitu
dengan cara manual/tenaga manusia (polong dipukul dengan kayu) atau cara
lainnya dengan cara diinjak dengan kuda. Untuk 1 area panen lahan, dibutuhkan 6 ekor kuda
bekerja selama 2 hari. Perontokan dengan mesin sangat jarang dilakukan karena
jasa peyewaan mesin perontok tidak tersedia di desa ini dan masih dirasakan
mahal.
Jasa
penyewaan alat dan mesin pertanian telah tersedia di daerah ini, walaupun
jumlahnya belum memadai dan kebanyakan masih bersifat tradisional. Jasa penyewaan
yang dikenal di daerah ini adalah traktor tangan, pengangkutan hasil dengan
kuda, pengolahan pasca panen dengan kuda.
Bengkel
pendukung operasi alsintan belum terdapat di lokasi ini. Kerusakan kecil pada
alsin dapat diperbaiki di bengkel las/bengkel sepeda motor yang berjarak 4 km
dari Desa Jurumapin. Bengkel lengkap dan toko suku cadang terletak di Kecamtan
Alas yang berjarak 15 km dari Desa Jurumapin.
Penyaluran
sarana pertanian seperti pupuk dan obat-obatan dilakukan oleh KUD dan toko
sarana pertanian milik pribadi penduduk setempat. Toko sarana pertanian milik pribadi menawarkan
penyediaan sarana pertanian dengan sistem pembayaran setelah panen dengan
menggunakan gabah.
Lembaga
finansial penyedia kredit telah melakukan upaya sosialisasi di daerah ini.
Beberapa lembaga kredit yang telah dikenal petani adalah Lumbung Kredit
Pedesaan (LKP), Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Pegadaian. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa adanya lembaga finansial tersebut sangat bermanfaat dalam
membantu modal usahatani. Lembaga pegadaian lebih diminati karena kemudahan
dalam administrasi permohonan pinjaman uang.
Pada saat
ini jalan usahatani (farm road) belum tersedia di lokasi ini. Pemerintah daerah berencana membuka jalan usahatani yang
membelah lahan tersebut. Tujuan pembuatan jalan ini untuk memperlancar petani ke
lahannya.
KONSEPSI
SELEKSI TINGKAT TEKNOLOGI MEKANISASI
Produksi,
nilai tambah dan kualitas hasil dikaitkan dengan penggunaan teknologi. Handaka
2005 menyebutkan bahwa pengembangan mekanisasi pertanian selalu memiliki kaitan
yang erat dengan perkembangan sistem usaha pertanian; secara khusus
pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia seyogyanga harus diawali dengan
kebutuhan petani. Berdasarkan perkembangan cara-cara usahatani di Indonesia,
Handaka (2005) membedakan 4 tingkatan
perkembangan sistem usahatani:
Tabel 1. Empat Tingkatan Sistem Usahatani
Variabel Penentu Strata
|
A
Usahatani Subsisten
|
B
Usahatani Berkembang
|
C
Usahatani Semi Komersial
|
D
Usahatani Komersial
|
Input usahatani
|
Semuanya diusahakan sendiri dari kebun atau tetangga
|
Sebagian besar diusahakan sendiri, sebagian dibeli
|
Semua dibeli dari pasar. Standard dan sertifikasi sudah
diperhatikan
|
Semuanya dibeli dan selalu memperhatikan standar yang
sudah dibakukan
|
Tenaga Kerja
|
Keluarga dan sebagian luar tanpa cash
payment
|
Sebagian besar Tenaga dalam keluarga
|
Sebagian besar menggunakan tenaga luar klg
|
Menggunakan tenaga
kerja luar klg
|
Penggunaan output
|
Semuanya dikonsumsi untuk keluarga
|
Sebagian besar dikonsumsi untuk keluarga
|
Sudah dijual ke pasar yg dapat dijangkau
transport lokal. Jika dijual ada ketergantungan pada external kolektor
|
Dijual secara komersial ke pasar regional. Atau
diekspor jika dipandang perlu
|
Diversifikasi
Vertikal
|
Belum mengenal
|
Sebagian besar belum mengenal dan
merasa perlu
|
Sudah ada diversifikasi
|
Produknya spesifik dan mengikuti pola pasar
|
Pemanfaatan
kelembagaan
|
Masih menggunakan mekanisme saling tukar antar tetangga
|
Menggunakan pasar lokal. Koperasi
sangat terbatas
|
Sudah mengenal kelembagaan pasar, kios, koperasi
|
Pemanfaatan kredit usahatani dan
pasar yang tidak terbatas batas wilayah
|
Sumber: Handaka, 2005
Sejalan
dengan tingkat sistem usahatani, Agung Hendriadi (2004) telah merumuskan 4
tingkatan teknologi mekanisasi pertanian berdasarkan kriteria kondisi fisik, ekonomi-sosial,
infrastruktur dan sistem usahatani sebagai berikut:
Tabel 2.
Kriteria Status Mekanisasi
Status
|
Kondisi fisik
|
Ekonomi-sosial
|
Infrastruktur
|
Usahatani
|
T4
|
Topografi (0-3%)
Curah hujan > 1800 mm/tahun
|
- Pemilikan lahan ≥ 2 ha
- Tingkat pendidikan ≥
SLTP
- Upah tenaga kerja
pertanian ≥ UMR
- Tenaga kerja terbatas
untuk pertanian
- Ada penguasaan
pengetahuan alsintan
|
- Terdapat bengkel
alsintan
- Terdapat toko suku
cadang memadai dan mudah akses
- Terdapat Farm road
- Institusi penyalur
sarana dan hasil (koperasi) bekerja baik untuk semua aspek
- Sumber informasi teknis
|
- Digunakan sarana
produksi sesuai dengan ketentuan
- Pola tanam 2-3 kali
tanam/tahun
- Produkstifitas dan
efisiensi produksi di atas rata-rata (≥ 125%)
- Orientasi pasar
melembaga
|
T3
|
Topografi (3-8%)
Curah hujan 1400-1800 mm/tahun
|
- Pemilikan lahan 1-2 ha
- Tingkat pendidikan
rata-rata ≥ SD
- Upah tenaga kerja
pertanian ≥ UMR
- Tenaga kerja terbatas
untuk kegiatan tertentu di bidang
pertanian
- Beberapa di antara
pekerja mempunyai pengetahuan teknis alsintan
|
- Terdapat bengkel
sederhana
- Toko suku cadang ada,
tetapi tidak pada farm level
- Terdapat farm road
- Lembaga financial terbatas
- Institusi penyalur sarana dan hasil
(koperasi) bekerja baik untuk hal tertentu
|
- Penggunaan sarana produksi
sesuai ketentuan
- Pola tanam 2-3 kali
tanam/tahun
- Produktifitas dan
efisiensi sedikit di atas rata-rata (100-124%)
- Orientasi pasar kurang
melembaga
|
T2
|
Topografi 8-15%
Curah hujan 1000-1400mm/tahun
|
- Pemilikan lahan
rata-rata 0.7-1 ha
- Tingkat pendidikan
rata-rata SD
- Upah tenaga kerja
pertanian < UMR
- Tenaga kerja terbatas
hanya untuk kegiatan tertentu di bidang pertanian
- Skill alsintan kurang
|
- Tidak terdapat bengkel
- Toko suku cadang susah
didapatkan
- Farm road terbatas
- Lembaga financial tidak
terjangkau
- Institusi penyalur
sarana dan hasil (koperasi) belum bekerja baik
|
- Penggunaan sarana
produksi tidak sesuai ketentuan
- Pola tanam 1-2 kali
tanam/tahun
- Produktifitas dan
efisiensi sedikit rata-rata (75-99%)
- Orientasi pasar tidak
melembaga
|
T1
|
Topografi tidak mendukung > 15%
Curah hujan < 1000 mm/tahun
|
- Pemilikan lahan
rata-rata < 0.7 ha
- Tingkat pendidikan
rata-rata < SD
- Upah tenaga kerja
pertanian < UMR
- Tenaga kerja melimpah
- Skill alsintan hampir
tidak ada
|
- Tidak terdapat bengkel
Toko suku cadang tidak tersedia.
- Farm road tidak ada
- Lembaga financial tidak
terjangkau
- Institusi penyalur
sarana dan hasil (koperasi) belum terbentuk
|
- Penggunaan sarana
produksi tidak sesuai ketentuan
- Pola tanam 1 kali
tanam/tahun
- Produktifitas dan
efisiensi sangat rendah ≤ 75%
- Orientasi pasar tidak
melembaga
|
Sumber
: Agung Hendriadi, 2004
Berdasarkan
data dan informasi pada bagian 2, secara garis besar sistem usaha pertanian di Desa
Jurumapin berada pada status usahatani berkembang dan status mekanisasinya
berada pada wilayah T2. Topografi lahan kering pada saat ini memang tidak
memungkinkan untuk masuknya alat mesin pertanian yang movable, namun apabila
rencana pembangunan jalan telah direalisasikan akan membantu memudahkan
masuknya alat dan mesin pertanian tersebut pada beberapa lokasi.
REKOMENDASI
PILIHAN TINGKAT TEKNOLOGI ALAT DAN MESIN PERTANIAN UNTUK SUT LAHAN KERING DESA
JURUMAPIN
Berdasarkan
penjelasan sebelumnya sistem usahatani di Desa Jurumapin pada saat ini masih
berstatus sistem usahatani berkembang, dengan tingkat kesepadanan mekanisasi
pertanian pada T2. Pada sistem usahatani di daerah ini penduduk di Desa
Jurumapin dapat diperkenalkan dengan alat dan mesin pertanian dengan skala
kecil, atau yang bersifat semi mekanis dan mudah dalam pengoperasian dan
perawatannya. Peluang penggunaan alsintan untuk mendukung usaha pertanian lahan
kering di daerah ini cukup besar, karena lahan garapan per KK cukup luas,
melebihi 1 ha. Sementara itu petani dengan usia kurang dari 40 tahun sangat rendah,
kebanyakan usia petani melebihi 40 tahun. Selanjutnya, petani di daerah ini
menyadari usaha pertanian yang hanya mengandalkan lahan sawah tidak akan
memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi penambahan pendapatan mereka dan
salah satu andalan sumber pendapatan adalah dari usahatani lahan kering.
Namun untuk
mendukung keberlanjutan penggunaan alsintan, satu hal yang perlu digarisbawahi,
infrastruktur penting yang perlu dipersiapkan pada saat ini adalah adanya jalan
yang dapat memudahkan penggunaan alsintan yang bergerak atau movable. Di
samping itu pembinaan teknis pengoperasian dan perawatan alat dan mesin
pertanian serta bengkel pendukung perlu ditumbuhkan. Dengan terbangunnya
infrastruktur yang mendukung tersebut, maka untuk peningkatan luas tanam, traktor
tangan direkomendasikan untuk digunakan.
Ketersediaan
air juga perlu mendapatkan perhatian penting pada saat ini. Sumber mata air
kemungkinan dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai penunjang pengairan
lahan. Lokasi mata air tersebut terletak lebih tinggi dari lahan pertanian
diusahakan, sehingga dapat dialirkan secara langsung dengan cara gravitasi.
Namun, data-data detail mengenai ketersediaan air sepanjang musim belum
didapatkan dan kemungkinan masih diperlukan penelitian detail mengenai hal ini
yang data-datanya penting untuk digunakan dalam desain sistem pengairan di
lokasi ini.
Dalam upaya
peningkatan efisiensi produksi dan peningkatan nilai tambah, introduksi
alsintan sebagai alat penunjang perlu dilakukan. Berdasarkan kondisi di
lapangan beberapa alat dan mesin pertanian yang kemungkinan dapat
diintroduksikan :
·
Alat dan mesin penanam
biji-bijian
Alat dan mesin ini kemungkinan
diperlukan untuk mendukung perubahan kebiasaan petani dalam menanam biji-bijian
baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Penanaman dengan sistem tugal dan
menggunakan jarak tanam sebenarnya sudah diketahui. Namun keengganan petani
disebabkan karena ketidaknyamanan kerja sistem tugal manual. Balai Besar
Mekanisasi Pertanian telah merekayasa mesin penanam biji-bijian baik yang
ditarik traktor roda 2 maupun traktor roda 4.
Mesin ini dapat diintroduksikan dengan cara UPJA bersama-sama dengan
penyewaan traktor. Hasil analisis ekonomi usaha penyewaan alsin penanam (4 baris) ditarik dengan traktor roda
2 menyebutkan bahwa harga sewa yang layak sekitar Rp 75.000/ha dengan asumsi
harga solar Rp 1.500/liter (Koes Sulistiadji dkk, 2001). Dengan adanya kenaikan
harga BBM harga sewa mencapai Rp 100.000/ha.
·
Alat Perontok
Perontokan dan pembijian saat ini
masih menggunakan tenaga manusia/dipukul dengan kayu. Pembijian juga dilakukan
dengan menggunakan tenaga kuda, dengan cara diinjak-injak. Cara ini kurang
higienis dan kemungkinan susut hasilnya cukup besar. Kemungkinan perlu
diintroduksikan alat perontok yang bersifat semi mekanis.
Alat dan
mesin lainnya yang kemungkinan berpotensi untuk diperkenalkan adalah alat dan
mesin pendukung panen dan pasca panen tanaman perkebunan dan buah-buahan
seperti alat pemanen mangga, pemanen mete, kacip dan lain-lain.
KESIMPULAN
Sistem
usaha pertanian di Desa Jurumapin berada pada strata sistem usahatani
berkembang, yang bercirikan di antaranya penggunaan hasil sebagian besar untuk
dikonsumsi sendiri. Seiring dengan strata sistem usaha pertaniannya, tingkatan
teknologi mekanisasi pertaniannya berada pada tingkatan T2, dimana terdapat
keterbatasan beberapa sarana fisik, ekonomi-sosial dan sistem usahataninya,
namun peluang pengembangan alat dan mesin sederhana dapat dilakukan.
Ketersediaan lahan kering yang belum dimanfaatkan dan kesadaran akan peningkatan
pendapatan dapat diperoleh melalui pengembangan usahatani lahan kering,
mendorong petani untuk mengolah lahan ini dengan berbagai tanaman unggulan
seperti kacang hijau, kedele, jagung mete, mangga, durian dan lain-lain. Untuk
menunjang keberlanjutan produksi pertanian lahan kering, infrastruktur
pendukung seperti adanya farm road dan penyediaan sarana air dari potensi sumber air yang ada saat ini
perlu diwujudkan. Peningkatan mutu dan
kualitas hasil pada saat ini dapat ditingkatkan dengan penerapan alat dan mesin
pasca panen primer sederhana. Rekomendasi alat dan mesin pertanian yang dapat
diterapkan di wilayah ini di antaranya adalah :
Tabel 3. Rekomendasi Introduksi Alat dan Mesin Pertanian
Jenis alat
dan mesin pertanian
|
Keterangan
|
1.
Alat tanam biji-bijian
|
Untuk perbaikan sistem usahatani dan peningkatan
produktifitas lahan dengan merubah cara tanam saat ini
|
2.
Penggunaan traktor tangan
|
Untuk mendukung perluasan areal tanam
|
3.
Alat perontok biji-bijian
|
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil dan
efisiensi produksi
|
4.
Alat pemanen mangga
|
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
|
5.
Alat panen mete
|
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
|
6.
Kacip
|
Untuk mendukung perbaikan kualitas hasil
|
7.
Alat-alat pengolahan pasca panen sederhana contoh
pengoalahan nira, buah semu mete dll
|
Untuk mendukung usaha peningkatan nilai tambah
hasil pertanian
|
Hal yang tidak kalah pentingnya
dalam upaya menunjang keberlanjutan sistem usahatani adalah dukungan pembinaan
teknis dan perawatan alat dan mesin pertanian serta pentingnya sistem
kelembagaan yang mau menunjang investasi kredit kepemilikan alat dan mesin
pertanian.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim 2005. Laporan PRA Desa So
Nggajah dan Desa Jurumapin. Prima Tani Nusa Tenggara Barat.
BPS 2003. Luas lahan dan
penggunaannya 2003. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Handaka 2005. Kontribusi Strategis Mekanisasi
Pertanian pada Revitalisasi. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Mekanisasi Pertanian, Cipayung 4 Agustus
2005.
Hendriadi 2004. Penelitian dan
Pengkajian untuk Seleksi dan Pengembangan Model Penerapan Alsintan. Laporan
Akhir Kegiatan. Balai Besar Mekanisasi Pertanian.
Koes Sulistiadji dkk, 2001.
Rekayasa Alsin Penanam Kacang-Kacangan. Laporan Akhir Tahun. Balai Besar
Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Serpong.